Orang yang akan melakukan perjalanan jauh pasti akan menyiapkan perbekalan yang cukup. Lihatlah misalnya orang yang hendak menunaikan ibadah haji. Terkadang ia mengumpulkan harta dan perbekalan sekian tahun lamanya. Padahal itu berlangsung sebentar, hanya beberapa hari saja. Maka mengapa untuk suatu perjalanan yang tidak pernah ada akhirnya –yakni perjalanan akhirat- kita tidak berbekal diri dengan ketaatan ?! Padahal kita yakin bahwa kehidupan dunia hanyalah bagaikan tempat penyeberangan untuk sampai kehidupan yang kekal nan abadi yaitu kehidupan akhirat. Di mana manusia terbagi menjadi: ashabul jannah (penghuni surga) dan ashabul jahim (penghuni neraka).
Itulah hakikat perjalanan manusiaa di dunia ini. Maka sudah semestinya kita mengisi waktu dna sisa umur yang ada dengan berbekal amal kebaikan untuk menghadapi kehidupan yang panjang. Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr’: 18)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Hisablah diri kalian sebelum dihisab, perhatikanlah apa yang sudah kalian simpan dari amal shalih untuk hari kebangkitan serta (yang akan) dipaparkan kepada Rabb kalian.”
(Taisir Al-‘Aliyil Qadir, 4/339)
Waktu adalah sesuatu yang terpenting untuk diperhatikan. Jika ia berlalu tak akan kembali. Setiap hari dari waktu kita berlalu, bererti ajal semakin dekat. Umur merupakan nikmat yang seseorang akan ditanya tentangnya. Nabi bersabda yang ertinya:
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”
(HR. At-Tirmidzi dari jalan Ibnu Mas’ud radliyallahu anha. Lihat Ash-Shahihah, no. 946)
Jangan menunda-nunda untuk beramal
Mungkin kita sering mendengar orang mengatakan:
“Sementara masih mudah ni la nak enjoy..dah tua nanti baru bertaubat.”
Sungguh betapa kejinya ucapan ini. Apakah dia tahu kalau umurnya akan panjang? Kalau seandainya dia ditakdirkan panjang, apa ada jaminan dia akan sedar? Atau akan bertambah kesesatannya ?! Allah berfirman yang ertinya:
“Dan tiada yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya esok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Luqman: 34)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya angan-angan adalah modal utama orang-orang yang muflis.”
(Ma’alim fi Thariqi ‘Ilmi hal. 32)
“Apabila engkau berada di waktu petang janganlah menunggu (menunda beramal) di waktu pagi. Dan jika berada di waktu pagi , janganlah menunda (beramal) di waktu petang. Gunakanlah masa sihatmu untuk masa sakitmu dan kesempatan hidupmu untuk saat kematianmu.”
(HR. Al-Bukhari no. 6416)
Selagi kesempatan masih diberikan, jangan menunda-nunda lagi. Akankah seseorang menunda hingga apabila ajal menjemput, betis bertaut dengan betis, sementara lisanpun telah kaku dan tubuh tidak bisa lagi digerakkan? Dan ia pun menyesali umur yang telah dilalui tanpa bekal untuk suatu kehidupan yang panjang?! Allah berfirman menjelaskan penyesalan orang-orang kafir ketika datang kematian.
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap apa yang telah aku tinggalkan. ‘Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.”
(QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Umur Umat Ini
Allah telah menakdirkan bahwa umur umat ini tidak sepanjang umur umat terdahulu. Yang demikian mengandung hikmah yang terkadang tidak diketahui oleh hamba. Nabi bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah:
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70, dan sedikit dari mereka yang melebihi itu.”
(Dihasankan sanadnya oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari, 11/240)
Maksud dari hadis ini adalah bahwa umur kebiasaan umat ini antara 60 hingga 70 tahun. Dengan bukti keadaan yang bisa disaksikan. Di mana di antara umat ini ada yang (mati) sebelum mencapai umur 60 tahun. Ini termasuk dari rahmat Allah dan kasih sayang-Nya supaya umat ini tidak terlibat dengan kehidupan dunia kecuali sebentar. Kerana umur, badan umat-umat terdahulu lebih besar sekian kali lipat dibandingkan umat ini.
Dahulu ada yang diberi umur hingga seribu tahun, panjang tubuhnya mencapai lebih dari 80 hasta atau kurang. Satu biji gandum besarnya seperti pinggang sapi. Satu delima diangkat oleh sepuluh orang. Mereka mengambil dari kehidupan dunia sesuai dengan jasad dan umur mereka. Namun mereka sombong dan berpaling dari Allah. Sehingga manusia pun terus mengalami penurunan bentuk fisik, rizki, dan ajal.
Sehingga menjadilah umat ini sebagai yang terakhir. Yang mengambil rizki sedikit dengan badan yang lemah dan pada masa yang pendek. Supaya mereka tidak menyombongkan diri. Ini termasuk dari kasih sayang Allah terhadap mereka. Demikian makna ucapan Al-Imam Ath-Thibi rahimahullah seperti dalam Faidhul Qadir Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir (2/15).
Wallahu a’lam.
Sumber Artikel : Perpustakaan Islam.com
0 komen:
Catat Ulasan